TAHUN ini, tujuh tahun sudah mantan Perdana Menteri Israel Ariel Sharon terbaring koma sejak diserang stroke 5 Januari 2006. Dia kini tergolek tak berdaya dengan bantuan pelbagai alat medis, termasuk respirator. Ia dirawat di ruangan khusus di Rumah sakit Tel Hashomer, sebelah timur Ibu Kota Tel Aviv.
Awal petaka bagi Sharon adalah ketika ia tengah menikmati liburan tahun baru 2006 di kawasan peternakan di Gurun Negev, selatan Israel. Sharon tengah rehat bersama istri, dua putra, menantu dan cucu-cucunya. Tiba tiba dia mengeluh sakit. Insiden itu berlangsung Rabu malam, setelah matahari baru lima kali terbit pada 2006.
Tim dokter Israel langsung membawanya ke rumah sakit menggunakan ambulans. Bukannya ke Rumah Sakit Soroka di Kota Beersheva yang terdekat, malah diangkut menuju Rumah Sakit Hadassah-Ein Kerem di Yerusalem. Perlu lebih dari sejam menggunakan mobil. Dia masih sadar saat itu. Menurut rencana, esok paginya harus dirawat lagi di Hadassah untuk memperbaiki lubang di jantungnya.
Kelainan itu diduga memicu stroke pertama membuatnya tidak mampu berbicara. Serangan stroke hebat muncul ketika tiba di rumah sakit. Setelah stroke pertama pada pertengahan Desember 2005, dokter menemukan lubang di jantung bagian atas sedalam dua milimeter. Untuk mencegah serangan serupa terjadi lagi, dokter menutup lubang jantung itu dengan alat yang disebut payung.
Sharon juga wajib menenggak pil antipembeku darah dan menjalani diet lantaran kelebihan berat badan. Boleh jadi, stres menjadi penyebab stroke pertama itu. Maklum saja, dia ketika itu tengah mempersiapkan kampanye pemilihan umum dan persoalan keluarga. Dia sudah dua kali kehilangan istri dan satu putranya meninggal. Putranya Omri tersangkut kasus dugaan suap untuk membiayai kampanye Sharon pada pemilu 1999.
Setelah dokter memeriksa otaknya, Sharon langsung menjalani operasi enam jam. Karena masih ada kelainan di otaknya, operasi dilanjutkan lagi dua jam berikut hingga Kamis pukul 09.30 pagi.
“Sharon menderita stroke berat dan bisa dibilang kondisinya benar-benar kritis,” kata Dr. Shlomo Mor-Yosef, Direktur Rumah Sakit Hadassah-Ein Kerem, dalam jumpa pers pukul tujuh pagi. Dia menjelaskan Sharon menderita pendarah luar biasa di otaknya.
Selepas operasi kedua, Dr. Mor-Yosef memberikan keterangan pers lagi. Kondisi Sharon masih kritis dan dirawat intensif. Tim dokter berhasil menghentikan pendarahan dalam otaknya serta menormalkan kembali tekanan darah dan denyut jantungnya. “Namun kondisinya sangat parah,” Dr. Mor-Yosef, seperti dilansir surat kabarthe New York Times.
Ketua tim operasi, Felix Umansky, menjelaskan kepada sebuah radio Spanyol perlu beberapa hari buat menyimpulkan sejauh mana kerusakan otak Sharon akibat stroke itu. “Saya pikir pekan depan, pertengahan atau akhir, kami sudah bisa mengambil kesimpulan,” ujarnya dalam jumpa pers bersama itu. Dr. Mor-Yosef menambahkan konbdisi Sharon hanya bisa dievaluasi setelah dia berangsur membaik.
Hidup atau Mati?
Dua hari setelah Sharon—akrab dipanggil Arik—terkena stroke berat sehingga otaknya dibanjiri darah, berbagai media internasional mengabarkan bahwa ia sudah mati.
Hal itu wajar saja, karena setelah dinyatakan stabil pada 5 Januari 2006 oleh tim dokter di Rumah Sakit Haddasah, keesokan harinya Sharon dimasukkan lagi ke ruang operasi. Bahkan wakilnya, Ehud Olmert, telah ditunjuk sebagai pejabat sementara perdana menteri menggantikan tugas yang diemban Sharon.
Pada hari keenam, dokter berupaya membangunkannya dari keadaan tidak sadar, dengan cara mengurangi dosis obat anastesi. Ia pun kemudian bisa bernapas sendiri dengan bantuan respirator dan sedikit memberikan respon terhadap stimulus rasa sakit di lengan dan kakinya.
No comments:
Post a Comment