Anas bin Malik R.A. pernah menyebutkan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda :
ilustrasi |
«لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ، حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ»“Tidak beriman salah seorang dari kalian hingga ia menyukai untuk saudaranya apa yang ia sukai untuk dirinya sendiri.” (H.S.R. Al-Bukhary)
Hadits ini secara ringkas menunjukkan bahwa seorang mu’min yang
menyatakan beriman kepada risalah Rasulullah SAW mestinya memperlakukan
saudaranya seiman sama persis dengan ia memperlakukan dirinya sendiri.
Dalam konteks lebih luas, manusia mempunyai banyak hal yang ia sukai.
Paling tidak secara naluri, manusia mencintai harta benda, istri dan
keturunan, sawah ladang dan kendaraan yang merupakan ukuran standar
manapun baik muslim ataupun kafir.
Anda bisa tengok firman Allah SWT berikut :
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (Q.S. Ali Imran 14)
Dari segi spiritualitas atau barangkali
lebih tepat disebut “Kepuasan Diri,” manusia juga mempunyai banyak hal
yang ia sukai yang biasanya terbangun dengan sendirinya sejak masih
dalam buaian bunda hingga tertanam di dalam hati dalam bentuk sikap dan
perangai.
Adalah fakta bahwa manusia suka dipuji, suka mendahului
yang lain, suka menang, suka dihormati, suka disayangi dan seterusnya.
Sebagaimana manusia juga tidak suka dicela, didahului, dikalahkan,
diejek, dibenci dan seterusnya.
Maka menurut hemat saya, umat
manusia boleh dikatakan sangat beruntung sekaligus sangat buntung
setelah memiliki sifat-sifat alami di atas.
Disebut beruntung
karena dengan sifat ingin dipuji, ingin menang, dihormati dan lain
sebagainya, akan mendorong manusia untuk terus maju sesuai dengan
perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan yang diserapnya. Bahkan, potret
sederhana seorang buruh tani yang bekerja keras di ladang-ladang, tidak
lain agar ia dapat dihormati oleh anak dan istrinya.
Maka bisa
dipastikan bahwa anda tidak akan pernah menemukan spesies makhluq hidup
apapun di dunia ini yang mampu bersaing dan berkembang pesat seperti
umat manusia.
Kalau seandainya sekoloni semut diberi sifat-sifat
seperti ini, maka mereka tidak akan lagi tinggal di liang-liang dalam
tanah dan barangkali sudah membangun hotel-hotel mereka sejak dahulu
karena jelas spesies mereka sudah ada jutaan tahun lebih dahulu daripada
manusia.
Sungguh beruntung umat manusia memiliki sifat-sifat ini.
Namun Allah benar-benar maha adil, karena juga memberi kesempatan dan
peluang kepada manusia menjadi umat yang buntung dan hancur ketika
menyalahgunakan sifat-sifat alami tersebut untuk menyombongkan diri dan
merendahkan manusia-manusia selain dirinya.
Tak perlulah saya
menukil ayat-ayat tentang kaum Nuh, ‘Aad, Tsamud, Sodom, Madyan, Fir’aun
dan Ashabul Aykah yang diadzab Allah SWT dengan berbagai varian adzab
yang sampai sekarangpun kita tidak bisa menggambarkannya dengan tepat
karena keterbatasan kita.
Tapi cukuplah bagi kita sebuah
kesimpulan bahwa penyelewengan sifat-sifat tersebut akan menghancurkan
umat manusia sehancur-hancurnya.
Bila kita mengkaji Al-Qur’an,
maka cukup banyak kita jumpai ayat-ayat yang menjabarkan sifat-sifat
alami dari diri manusia ini. Seperti yang disebutkan dalam firman Allah
SWT :
إِنَّ الْإِنْسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا (19) إِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوعًا (20) وَإِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوعًا (21)“Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir.” (Q.S. Al-Ma’arij 19-21)
Juga di dalam firman Allah SWT :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (Q.S. Al-Hujurat 11)
Ejek mengejek, tertawa mentertawakan, rendah merendahkan, semuanya
adalah sifat dasar manusia. Bahkan kaum mu’minin ketika di akhirat kelak
akan tertawa-tawa sebagai balasan atas kaum kafir yang mentertawakan
mereka selama di dunia.
فَالْيَوْمَ الَّذِينَ آمَنُواْ مِنَ الْكُفَّارِ يَضْحَكُونَ“Maka pada hari ini, orang-orang yang beriman menertawakan orang-orang kafir.” (Q.S. Al-Muthaffifin 34)
Maka, berkaca dari sifat-sifat alami manusia yang seperti ini,
diperlukan seperangkat manajemen sikap dan mental yang baik yang
didefinisikan dalam khazanah keilmuan Islam sebagai Akhlaq.
Oleh
karena itu, ketika ada sekelompok yang mengaku mu’min lalu terbiasa
mentertawakan sesama mereka dan tidak memahami apa yang dirasakan
saudaranya, maka perlu diperiksa kembali keimanannya atau bahkan perlu
disanggah klaimnya sebagai mu’min.
Kalau Anda suka dipuji dan
dihargai, maka puji dan hargailah orang lain. Jika Anda tidak suka
diejek dan ditertawakan orang lain, maka jangan sekali-kali mengejek dan
mentertawakan orang lain, karena itulah makna yang disampaikan
Rasulullah SAW bahwa menjaga dan memahami apa yang dicintai
saudara-saudara kita dan mengusahakan agar mereka mampu mendapatkannya
dengan mudah adalah buah keimanan.
Jika kemudian sikap itu tidak
pernah nampak dalam pergaulan kita dengan sesama muslim, maka segera
kunjungi pohon keimanan kita, adakah ia telah ditumbuhi jamur fusuk
ataukah benalu kufur?
Maka benarlah apa yang disampaikan Rasulullah SAW:«سِبَابُ المُسْلِمِ فُسُوقٌ، وَقِتَالُهُ كُفْرٌ»“Mencela seorang muslim adalah kefasikan, memeranginya adalah kekufuran.” (H.S.R. Al-Bukhary)
No comments:
Post a Comment