• Breaking News

    25 October 2014

    Bagaimana Cara Menghargai dan Memahami Orang Lain Menurut Agama Islam

    Anas bin Malik R.A. pernah menyebutkan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda :
    ilustrasi

    «لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ، حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ»
    “Tidak beriman salah seorang dari kalian hingga ia menyukai untuk saudaranya apa yang ia sukai untuk dirinya sendiri.” (H.S.R. Al-Bukhary)

    Hadits ini secara ringkas menunjukkan bahwa seorang mu’min yang menyatakan beriman kepada risalah Rasulullah SAW mestinya memperlakukan saudaranya seiman sama persis dengan ia memperlakukan dirinya sendiri.

    Dalam konteks lebih luas, manusia mempunyai banyak hal yang ia sukai. Paling tidak secara naluri, manusia mencintai harta benda, istri dan keturunan, sawah ladang dan kendaraan yang merupakan ukuran standar manapun baik muslim ataupun kafir.
    Anda bisa tengok firman Allah SWT berikut :

    زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ
    “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (Q.S. Ali Imran 14)

    Dari segi spiritualitas atau barangkali lebih tepat disebut “Kepuasan Diri,” manusia juga mempunyai banyak hal yang ia sukai yang biasanya terbangun dengan sendirinya sejak masih dalam buaian bunda hingga tertanam di dalam hati dalam bentuk sikap dan perangai.

    Adalah fakta bahwa manusia suka dipuji, suka mendahului yang lain, suka menang, suka dihormati, suka disayangi dan seterusnya. Sebagaimana manusia juga tidak suka dicela, didahului, dikalahkan, diejek, dibenci dan seterusnya.

    Maka menurut hemat saya, umat manusia boleh dikatakan sangat beruntung sekaligus sangat buntung setelah memiliki sifat-sifat alami di atas.

    Disebut beruntung karena dengan sifat ingin dipuji, ingin menang, dihormati dan lain sebagainya, akan mendorong manusia untuk terus maju sesuai dengan perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan yang diserapnya. Bahkan, potret sederhana seorang buruh tani yang bekerja keras di ladang-ladang, tidak lain agar ia dapat dihormati oleh anak dan istrinya.

    Maka bisa dipastikan bahwa anda tidak akan pernah menemukan spesies makhluq hidup apapun di dunia ini yang mampu bersaing dan berkembang pesat seperti umat manusia.
    Kalau seandainya sekoloni semut diberi sifat-sifat seperti ini, maka mereka tidak akan lagi tinggal di liang-liang dalam tanah dan barangkali sudah membangun hotel-hotel mereka sejak dahulu karena jelas spesies mereka sudah ada jutaan tahun lebih dahulu daripada manusia.
    Sungguh beruntung umat manusia memiliki sifat-sifat ini.

    Namun Allah benar-benar maha adil, karena juga memberi kesempatan dan peluang kepada manusia menjadi umat yang buntung dan hancur ketika menyalahgunakan sifat-sifat alami tersebut untuk menyombongkan diri dan merendahkan manusia-manusia selain dirinya.

    Tak perlulah saya menukil ayat-ayat tentang kaum Nuh, ‘Aad, Tsamud, Sodom, Madyan, Fir’aun dan Ashabul Aykah yang diadzab Allah SWT dengan berbagai varian adzab yang sampai sekarangpun kita tidak bisa menggambarkannya dengan tepat karena keterbatasan kita.
    Tapi cukuplah bagi kita sebuah kesimpulan bahwa penyelewengan sifat-sifat tersebut akan menghancurkan umat manusia sehancur-hancurnya.

    Bila kita mengkaji Al-Qur’an, maka cukup banyak kita jumpai ayat-ayat yang menjabarkan sifat-sifat alami dari diri manusia ini. Seperti yang disebutkan dalam firman Allah SWT :

    إِنَّ الْإِنْسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا (19) إِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوعًا (20) وَإِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوعًا (21)
    “Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir.” (Q.S. Al-Ma’arij 19-21)

    Juga di dalam firman Allah SWT :

    يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
    “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (Q.S. Al-Hujurat 11)

    Ejek mengejek, tertawa mentertawakan, rendah merendahkan, semuanya adalah sifat dasar manusia. Bahkan kaum mu’minin ketika di akhirat kelak akan tertawa-tawa sebagai balasan atas kaum kafir yang mentertawakan mereka selama di dunia.

    فَالْيَوْمَ الَّذِينَ آمَنُواْ مِنَ الْكُفَّارِ يَضْحَكُونَ
    “Maka pada hari ini, orang-orang yang beriman menertawakan orang-orang kafir.” (Q.S. Al-Muthaffifin 34)
    Maka, berkaca dari sifat-sifat alami manusia yang seperti ini, diperlukan seperangkat manajemen sikap dan mental yang baik yang didefinisikan dalam khazanah keilmuan Islam sebagai Akhlaq.

    Oleh karena itu, ketika ada sekelompok yang mengaku mu’min lalu terbiasa mentertawakan sesama mereka dan tidak memahami apa yang dirasakan saudaranya, maka perlu diperiksa kembali keimanannya atau bahkan perlu disanggah klaimnya sebagai mu’min.

    Kalau Anda suka dipuji dan dihargai, maka puji dan hargailah orang lain. Jika Anda tidak suka diejek dan ditertawakan orang lain, maka jangan sekali-kali mengejek dan mentertawakan orang lain, karena itulah makna yang disampaikan Rasulullah SAW bahwa menjaga dan memahami apa yang dicintai saudara-saudara kita dan mengusahakan agar mereka mampu mendapatkannya dengan mudah adalah buah keimanan.

    Jika kemudian sikap itu tidak pernah nampak dalam pergaulan kita dengan sesama muslim, maka segera kunjungi pohon keimanan kita, adakah ia telah ditumbuhi jamur fusuk ataukah benalu kufur?
     Maka benarlah apa yang disampaikan Rasulullah SAW:
    «سِبَابُ المُسْلِمِ فُسُوقٌ، وَقِتَالُهُ كُفْرٌ»
    “Mencela seorang muslim adalah kefasikan, memeranginya adalah kekufuran.” (H.S.R. Al-Bukhary)

    No comments: